PEKANBARU – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Hotel Kuantan Singingi memasuki babak baru, Senin (20/10/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi menerima pelimpahan perkara penyimpangan penganggaran pembebasan tanah dan pembangunan hotel senilai puluhan miliar rupiah dengan tersangka H Muslim, mantan Ketua DPRD Kuansing.
Pelimpahan tahap II itu dilakukan pada Senin (20/10).
Di hari yang sama, tersangka langsung ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P-21.
Penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan oleh penyidik Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Siak kepada tim JPU Kejari Kuansing.
Proses pelimpahan tersebut dipimpin Kasi Pidsus Resky Pradhana Romly, disaksikan langsung oleh Kepala Kejari Kuansing, Sahroni.
Kasi Intelijen Kejari Kuansing, Sunardi Ependi, menjelaskan bahwa penahanan H Muslim dilakukan berdasarkan Nota Pendapat JPU Kejari Kuansing Nomor: Print-575/L.4.18/Ft.1/10/2025 tertanggal 20 Oktober 2025.
“Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang sah dan cukup sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” ujar Sunardi.
Menurut Sunardi, perkara ini berawal dari kebijakan Bupati Kuansing saat itu, H Sukarmis, yang memindahkan lokasi pembangunan hotel ke kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tanpa melalui kajian dan perencanaan yang matang.
Pemerintah daerah kemudian menganggarkan Rp5,3 miliar untuk pembebasan lahan dan Rp47,7 miliar untuk pembangunan fisik hotel yang bersumber dari APBD Kuansing tahun 2013 – 2014.
Dalam proses pembahasan anggaran, H Muslim disebut berperan aktif menyetujui dan mengesahkan usulan proyek tanpa dasar perencanaan yang sah.
Selain itu, ditemukan dugaan rekayasa administrasi dan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai miliaran rupiah.
Proyek hotel tersebut dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk dengan nilai kontrak Rp46,5 miliar dan selesai 100 persen pada April 2015.
Ironisnya, bangunan hotel megah itu tidak pernah dimanfaatkan hingga kini karena tidak adanya dasar hukum pengelolaan, seperti peraturan daerah tentang penyertaan modal atau pembentukan BUMD.
Akibat kelalaian dan penyimpangan tersebut, bangunan hotel kini terbengkalai dan mengalami kerusakan fisik mencapai 56,32 persen, sebagaimana hasil audit BPKP dan BPK RI yang menegaskan adanya kerugian keuangan daerah dalam jumlah besar.
Sunardi menegaskan, langkah hukum ini menjadi bukti komitmen Kejari Kuansing dalam menegakkan hukum secara profesional, transparan, dan akuntabel.
“Kejaksaan berkomitmen menegakkan hukum yang bersih, profesional, dan berintegritas, terutama terhadap tindak pidana korupsi yang berdampak luas pada keuangan negara dan kepercayaan publik,” tegasnya.




